Terlintas – Kasus dugaan pencurian data teknologi pesawat tempur KF-21 oleh dua insinyur Indonesia di Korea Selatan menjadi perhatian utama bagi Duta Besar (Dubes) RI untuk Korea Selatan, Cecep Herawan. Hal ini disampaikan setelah pelantikannya sebagai Dubes oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta. Ia menegaskan bahwa kasus yang melibatkan insinyur dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI) sudah menjadi bagian dari prioritas kerjanya sesuai arahan dari Jakarta.
Cecep menjelaskan bahwa seluruh duta besar RI telah menerima arahan mengenai orientasi kerja yang sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo. Ia meyakini bahwa setiap duta besar telah memetakan peluang kerja sama berdasarkan kekuatan negara tempat mereka bertugas. Dengan arahan tersebut, diharapkan pemetaan kerja sama dapat dilakukan secara efektif sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan Indonesia di masa depan.
Kasus yang menimpa dua insinyur Indonesia ini bermula dari tuduhan Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan. Kedua teknisi Indonesia yang bekerja dalam proyek pengembangan jet tempur di Korea Aerospace Industry (KAI) diduga mencoba mencuri data terkait teknologi KF-21. Saat ini, mereka masih dalam proses penyelidikan dan dilarang meninggalkan Korea Selatan.
Pihak berwenang menyebutkan bahwa kedua insinyur tersebut ditangkap pada Januari 2024 setelah kedapatan mencoba mentransfer data proyek yang disimpan dalam drive USB. Seorang pejabat DAPA mengungkapkan bahwa penyelidikan saat ini berfokus pada identifikasi dokumen spesifik yang mereka coba akses. Namun, pejabat tersebut juga menegaskan bahwa USB yang ditemukan hanya berisi dokumen umum dan tidak mengandung informasi strategis yang berpotensi melanggar undang-undang rahasia militer atau perlindungan industri pertahanan.
KF-21 sendiri merupakan proyek kerja sama strategis antara Indonesia dan Korea Selatan yang dimulai pada 2015 dengan total nilai investasi mencapai 8,1 triliun won atau sekitar Rp95,07 triliun. Sesuai dengan kesepakatan awal, Indonesia bertanggung jawab atas 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur ini. Sebagai imbalannya, Indonesia akan memperoleh satu unit prototipe KF-21 serta hak atas transfer teknologi. Selain itu, Indonesia berencana memproduksi 48 unit jet tempur di dalam negeri, sementara Korea Selatan akan memproduksi 120 unit lainnya.
Namun, dalam perkembangannya, Indonesia mengalami kendala dalam pemenuhan kewajiban finansialnya terhadap proyek ini. Hingga saat ini, Indonesia baru membayarkan sekitar 278 miliar won atau Rp3,2 triliun, sedangkan tunggakan yang belum dibayar mencapai hampir 1 triliun won atau Rp11,7 triliun.
Di tengah tantangan yang masih menghambat proyek ini, kerja sama strategis antara kedua negara tetap berlanjut. Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Cho Tae-yul, dan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, telah berkomitmen untuk terus bekerja sama dalam pengembangan jet tempur KF-21. Pertemuan bilateral antara keduanya berlangsung pada 21 Februari lalu di sela-sela pertemuan tingkat tinggi G20 di Rio de Janeiro, Brasil.
Dalam pertemuan tersebut, kedua negara menegaskan komitmen mereka untuk menjaga kelangsungan proyek strategis ini serta memperkuat kerja sama di berbagai sektor lainnya, termasuk pengembangan ekosistem mobil listrik di Indonesia. Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dalam pernyataan resminya menyebutkan bahwa proyek bersama ini diharapkan dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan manfaat bagi kedua belah pihak.
Meskipun masih terdapat sejumlah hambatan, hubungan kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan tetap diupayakan agar semakin erat. Melalui jalur diplomasi yang konstruktif, tantangan yang muncul dalam proyek ini diharapkan dapat diselesaikan dengan baik sehingga memberikan manfaat bagi kedua negara.
More Stories
KP2MI Pastikan Perlindungan Lebih Baik bagi Pekerja Migran Indonesia ke Arab Saudi
Gelombang Demonstrasi di Turki, Lebih dari Seribu Orang Ditangkap dalam Lima Hari
Patrick Kluivert Tetap Optimistis Timnas Indonesia Bisa Finis di Posisi Runner-up