20 April 2025

Terlintas.com

Info Seputar Fakta Baru

Komnas Perempuan Soroti Mekanisme Izin Poligami ASN DKI Jakarta

izin poligami untuk ASN di DKI

Sumber: kompas.com

Terlintas – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memastikan adanya mekanisme yang kuat dalam proses pengajuan izin bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berniat untuk berpoligami. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pernikahan siri yang tidak disetujui oleh pihak istri. Dalam pandangan Theresia Iswarini, anggota Komnas Perempuan, proses yang melibatkan pelacakan atau tracking terhadap izin pernikahan lebih dari satu sangatlah penting.

Theresia Iswarini mengungkapkan bahwa Pemprov DKI Jakarta perlu memastikan adanya prosedur yang tepat untuk memastikan ASN yang mengajukan permohonan berpoligami telah melalui proses izin yang sah, termasuk mendapatkan persetujuan dari istri secara tertulis. Pernyataan tersebut disampaikan dalam menanggapi Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025, yang disahkan pada 6 Januari 2025. Pergub tersebut mengatur pengetatan terkait perkawinan dan perceraian bagi ASN.

Salah satu bagian yang termuat dalam Pergub tersebut, tepatnya pada Pasal 6 ayat (2), menyebutkan bahwa salah satu syarat bagi ASN yang ingin menikah lebih dari satu adalah harus memperoleh persetujuan tertulis dari istri yang bersangkutan. Surat persetujuan ini harus dilampirkan dalam pengajuan izin kepada atasan. Meskipun demikian, Theresia mencatat bahwa Pergub ini tidak secara eksplisit mengatur mekanisme untuk mendapatkan izin dalam hal poligami.

Komnas Perempuan menekankan adanya kekhawatiran terkait budaya patriarki yang dapat mempengaruhi keputusan istri untuk memberikan izin dalam praktik poligami. Dalam banyak kasus, struktur kekuasaan yang lebih mengutamakan peran pria dalam keluarga bisa saja menyebabkan istri merasa tertekan untuk memberikan izin atau bahkan tidak dapat menyatakan pendapatnya secara bebas. Hal ini berpotensi melahirkan pernikahan siri yang tidak sah, yang pada dasarnya dapat merugikan pihak istri.

Theresia berpendapat bahwa penting bagi Pemprov DKI Jakarta untuk memiliki mekanisme yang memastikan bahwa izin poligami diberikan dengan persetujuan penuh dari istri, tanpa adanya unsur paksaan. Jika laporan ditemukan mengenai pernikahan seorang ASN yang tidak memiliki izin resmi dari istri, ia menyarankan agar Pemprov DKI dapat memberikan sanksi yang lebih tegas. Menurutnya, sanksi administrasi yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 bisa diterapkan dengan lebih keras, mulai dari sanksi ringan hingga berat, tergantung pelanggarannya.

Pergub DKI Jakarta yang telah disahkan ini, meskipun tidak secara langsung melegalkan atau melarang poligami, tetap menegaskan aturan terkait izin perkawinan dan perceraian bagi ASN. Selain itu, Pergub juga bertujuan untuk mengatur tata cara agar tidak ada ASN yang menikah atau bercerai tanpa mendapatkan izin atau surat keterangan resmi dari atasan. Pemprov DKI berharap agar aturan ini bisa mengurangi potensi pelanggaran hukum atau aturan dalam hal perkawinan dan perceraian ASN.

Pemprov DKI Jakarta juga menekankan bahwa aturan ini tidak dimaksudkan untuk mendorong atau membenarkan praktik poligami. Sebaliknya, aturan ini dibuat sebagai upaya untuk mengatur proses perkawinan dan perceraian ASN agar tetap mematuhi peraturan yang ada dan memastikan tidak ada ketidakseimbangan atau ketidakadilan yang terjadi, baik bagi ASN itu sendiri maupun bagi keluarga yang bersangkutan.

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan seluruh ASN di DKI Jakarta dapat mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, dan memastikan bahwa semua tindakan terkait perkawinan berlangsung sesuai dengan aturan dan persetujuan yang sah.